1.1. Definisi Profesi
Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para
praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung
bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka
laksanakan dalam kapasitas mereka seagai individu.
Beberapa pengertian profesi
1. Winsley (1964)
Profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan badan ilmu sebagai dasar
untuk pengembangan teori yang sistematis guna menghadapi banyak
tantangan baru, memerlukan pendidikan dan pelatihan yang cukup lama,
serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada pelayanan.
2. Schein E. H (1962)
Profesi merupakan suatu kumpulan atau set pekerjaan yang membangun suatu
set norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya yang khusus di
masyarakat.
3. Hughes,E.C ( 1963 )
Profesi merupakan suatu keahlian dalam mengetahui segala sesuatu dengan lebih baik dibandingkan orang lain (pasien).
1.2. Klasifikasi Profesi
A. Ciri-ciri Organisasi Profesi
Menurut Prof. DR. Azrul Azwar, MPH (1998), ada 3 ciri organisasi sebagai berikut :
1.Umumnya untuk satu profesi hanya terdapat satu organisasi profesi yang
para anggotanya berasal dari satu profesi, dalam arti telah
menyelesaikan pendidikan dengan dasar ilmu yang sama
2.Misi utama organisasi profesi adalah untuk merumuskan kode etik dan kompetensi profesi serta memperjuangkan otonomi profesi
3.Kegiatan pokok organisasi profesi adalah menetapkan serta meurmuskan
standar pelayanan profesi, standar pendidikan dan pelatihan profesi
serta menetapkan kebijakan profesi
Ciri-ciri profesi menurut Winsley,(1964 ):
1. Didukung oleh badan ilmu ( body of knowledge ) yang sesuai dengan bidangnya, jelas wilayah kerja keilmuannya dan aplikasinya.
2.Profesi diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang terencana, terus menerus dan bertahap
3.Pekerjaan profesi diatur oleh kode etik profesi serta diakui secara legal melalui perundang-undangan
4.Peraturan dan ketentuan yag mengatur hidup dan kehidupan profesi
(standar pendidikan dan pelatihan, standar pelayanan dan kode etik)
serta pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut
dilakukan sendiri oleh warga profesi
Dikatakan juga oleh Shortridge,L.M ( 1985 ),Ciri-ciri profesi esensial suatu profesi adalah sbb:
1.Berorientasi pada pelayanan masyarakat
2.Pelayanan keperawatan yang diberikan didasarkan pada ilmu pengetahuan
3.Adanya otonomi
4.Memiliki kode etik
5. Adanya organisasi profesi.
Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah:
1.Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki
sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar
sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti
pendidikan profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker,
farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai negara, pengacara
diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki profesi.
2.Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan.
Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan
fisik. Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual
dan ketrampilan. Walaupun pada pelatihan dokter atau dokter gigi
mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan.
Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang bertugas
utama memberikan nasehat dan bantuan menyangkut bidang keahliannya yang
rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi memberikan
konsultasi bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi.
3.Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada
masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk
kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru,
pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar
masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh
seorang pakar permainan caturmisalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan
profesional pada abad 20 terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat
berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks
memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada
masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan
distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers.
Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis
sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi
memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang
ekstensif.
Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri
tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi. Adapun ketiga ciri
tambahan tersebut ialah:
4.Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak
profesi namun tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter
diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek.
Namun pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan sebuah
pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau mobil semuanya
harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat izin mengemudi. Namun
memiliki SIM tidak berarti menjadikan pemiliknya seorang pengemudi
profesional. Banyak profesi tidak mengharuskan adanya lisensi resmi.
Dosen di perguruan tinggi tidak diwajibkan memiliki lisensi atau akta
namun mereka diwajibkan memiliki syarat pendidikan, misalnya
sedikit-dikitnya bergelar magister atau yang lebih tinggi. Banyak
akuntan bukanlah Certified Public Accountant dan ilmuwan komputer tidak
memiliki lisensi atau sertifikat.
5.Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang
mengklaim mewakili anggotanya. Ada kalanya organisasi tidak selalu
terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada organisasi
tandingan. Organisasi profesi bertujuan memajukan profesi serta
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peningkatan kesejahteraan
anggotanya akan berarti organisasi profesi terlibat dalam mengamankan
kepentingan ekonomis anggotanya. Sungguhpun demikian organisasi profesi
semacam itu biasanya berbeda dengan serikat kerja yang sepenuhnya
mencurahkan perhatiannya pada kepentingan ekonomi anggotanya. Maka
hadirin tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel
yang berdemo menuntut disain mobil yang lebih aman atau konstruksi
pabrik yang terdisain dengan baik.
6.Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan
jasanya. Di berbagai profesi, seseorang harus memiliki sertifikat yang
sah sebelum mulai bekerja. Mencoba bekerja tanpa profesional atau
menjadi profesional bagi diri sendiri dapat menyebabkan
ketidakberhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi dokter untuk diri
sendiri maka hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil karena tidak
dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan dan teknologi yang paling
berguna. Banyak obat hanya dapat diperoleh melalui resep dokter.
BAB II
STANDAR PROFESI DI AMERIKA & EROPA
2.1. Standar Profesi di Amerika & Eropa
2.1.1. Pustakawan dan Konsep Negara Modern
Satu hal penting mengapa profesi pustakawan dihargai di Amerika adalah
bahwa dari sejarahnya, perkembangan profesi pustakawan di Amerika
Serikat sejalan dengan sejarah pembentukan Amerika Serikat sebagai
negara modern dan juga perkembangan dunia akademik. Pada masa kolonial,
tradisi kepustakawanan di dunia akademik merupakan bagian dari konsep
negara modern, utamanya berkaitan dengan fungsi negara untuk menyediakan
dan menyimpan informasi. Oleh karena itu, profesi purstakawan
(bibliographist) dan ahli pengarsipan (archieving specialist) mulai
berkembang pada masa itu.
Sejalan dengan itu, posisi pustakawan mengakar kuat di
universitas-universitas dan tuntutan profesionalitas pustakawan pun
meningkat. Untuk menjadi seorang pustakawan, Seseorang harus mendapatkan
gelar pada jenjang S1 pada area tertentu terlebih dahulu untuk bisa
melanjutkan ke jenjang S2 di bidang perpustakaan. Khusus untuk
pustakawan hukum, beberapa sekolah perpustakaan memiliki jurusan khusus
pustakawan hukum. Umumnya gelarnya berupa MLS atau MLIS (Master of
Library and Information Science). Pendidikan jenjang S2 ini ditempuh
selama dua tahun. Sistem pendidikan yang seperti ini sangat kondusif
untuk menciptakan spesialisasi dalam profesi pustakawan itu sendiri,
yang tidak hanya mampu membuat dan menyusun katalog namun juga memiliki
pengetahuan khusus di bidang tertentu, misalnya pustakawan yang juga
memiliki pengetahuan di bidang hukum.
Untuk memastikan hal ini, dibentuklah panduan profesi pustakawan yang
memastikan seorang pustakawan harus memiliki gelar profesional
pustakawan. Selain harus memiliki sertifikat, para pustakawan
profesional ini pun juga terus mengembangkan pendidikan profesinya
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan di area tertentu yang berkaitan
dengan pengolahan dokumen. Hal ini penting untuk menghadapi perkembangan
dunia elektronik yang juga berpengaruh terhadap kebutuhan pengguna dan
proses pengolahan.
2.1.2. Relasi Pustakawan dengan Staf Teknis dan Profesi yang Didukungnya
Sementara itu, pekerjaan-pekerjaan teknis yang berkaitan dengan
manajemen dan pengelolaan perpustakaan seperti scanning dokumen,
jaringan internet, memasang sistem katalog dalam jaringan komputer,
dikerjakan ahli-ahli yang berfungsi sebagai staf teknis perpustakaan.
Umumnyam mereka memiliki latar belakang pendidikan di bidang Teknologi
Informasi.
Mereka staf teknis dan bukan pustakawan.
Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia. Profesi pustakawan
seringkali ditempatkan hanya sebagai pekerjaan teknis, tukang mengolah
katalog, mencari dan mengembalikan buku perpustakaan ditempatnya, serta
memfotokopi dokumen yang dibutukan pengguna. Tidak ada pembagian fungsi
dan tugas yang tegas antara pustakawan dan staf teknis.
Perbedaan lainnya juga terletak pada relasi antara pustakawan dengan
profesi yang didukungnya. Sebagai contoh, pustakawan yang bekerja di
universitas memiliki kontribusi bagi dunia akademik dengan melakukan
riset-riset. Misalnya, riset mengenai efektivitas perkuliahan. Selain
itu, mereka juga mengenalkan ilmu keperpustakaan kepada mahasiswa
melalui kurikulum dengan menyediakan satu sesi di setiap mata kuliah
untuk berdiskusi megnenai akses informasi. Pustakawan mempresentasikan
dan berdiskusi megnenai bagaimana menggunakan layanan perpustakaan dan
menggunakan alat-alat yang disediakan untuk mencari informasi yang
dibutuhkan serta etika akademis dalam mengutip tulisan orang lain.
Selain itu, juga disediakan panduan online yang diintegrasikan dengan
situs mata kuliah tersebut.
Contoh lainnya adalah hubungan profesi pustakawan dengan profesi ahli
bahasa. Pustakawan di Amerika Serikat bekerjasama dengan The Modern
Language Association menyusun panduan yang berkaitan dengan informasi
linguistik yang berisi materi-materi, metode-metode dan bahkan hal-hal
mengenai etika yang berkaitan dengan linguistik.
Profesi pustakawan hukum pun seyogyanya dapat melakukan riset yang dapat
berkontribusi bagi profesi hukum. Banyak pustakawan hukum di Amerika
Serikat yang juga memiliki gelar hukum dan aktif melakukan penelitian
dan kontribusi lainnya terhadap profesi hukum. Sehingga, pustakawan
tidak berfungsi sekedar sebagai supervisi dan kolektor dokumen saja.
Selain itu, hubungan antar pustakawan dengan profesi yang didukungnya,
misalnya dalam dunia akademik, menjadi setara.
2.1.3. Komunitas Pustakawan yang Kritis
Hal yang menarik lainnya adalah komunitas pustakawan di Amerika Serikat
yang sangat kritis terhadap perkembangan yang bisa berdampak pada
perpustakaan dan profesinya. Komunitas pustakawan di Amerika Serikat
terlibat aktif dalam gerakan akses terbuka terhadap informasi.
Perpustakaan berfungsi sebagai penghubung dan penyedia informasi yang
lebih murah bagi publik.
Mereka bekerja dengan para akademisi dan organisasi-organisasi penting.
Salah satunya, adalah advokasi kepada para akademisi untuk tidak
mempublikasikan tulisannya melalui penerbit-penerbit yang mahal.
Sebaliknya, mereka mendorong pendirian penerbit-penerbit di
universitas-universitas dan menerbitkan tulisan-tulisan para dosennya
sendiri. Hal ini merupakan upaya untuk menyediakan tulisan akademik
dengan harga yang lebih murah.
Selain itu, komunitas pustakawan juga terlibat dalam advokasi hak cipta.
Misalnya, menyebarluaskan informasi mengenai hak-hak penulis terutama
dalam penandatangan kontrak dengan penerbit. Di Amerika Serikat,
penerbit umumnya memasukkan pasal yang mengharuskan penulis untuk
membayar mereka untuk melakukan distribusi karyanya di lingkungan
pengajarannya. Komunitas pustakawan melakukan advokasi kepada penulis
untuk meminta pasal ini dihapus sehingga distribusi karya yang
diterbitkan kepada lingkungan ajarannya tidak dikenakan biaya.
Komunitas pustakawan juga mengadvokasikan posisi dan pandangan mereka
terhadap UU Hak Cipta. Misalnya, hak untuk membuat duplikat tambahan
untuk perpustakaan dari bahan-bahan yang diperuntukan untuk kepentingan
penyimpanan. UU Hak Cipta Amerika Serikat membolehkan untuk membuat
micro film dari koran-koran lokal atau bahan-bahan yang sudah jarang
ditemukan dibolehkan untuk kepentingan penyimpanan. Namun demikian,
komunitas pustakawan di Amerika Serikat berpandangan, perpustakaan
memiliki hak untuk membuat duplikasi tambahan dari micro film yang sudah
dibuat untuk kepentingan penyimpanan itu. Komunitas pustakawan di
Amerika Serikat juga menentang privatisasi informasi yang diatur dalam
WTO.
Komunitas pustakawan ini memiliki organisasi yang efisien. Biaya
keanggotaan digunakan untuk membiayai staff dalam skala kecil di
Washington DC. Visinya adalah untuk melindungi kepentingan
perpustakawan. Fokus pekerjaan mereka adalah isu-isu yang berdampak pada
perpustakaan, hak cipta. Selain melakukan kegiatan di atas, mereka juga
seringkali melakukan presentasi di hadapan kongres agar mengetahui
isu-isu yang dihadapi oleh para pustakawan. Mereka juga aktif bila ada
kebijakan nasional yang melanggar hak untuk memperoleh informasi demi
alasan keamanan nasional. Sebuah kisah yang seharusnya menginspirasi
profesi pustakawan di Indonesia
Sumber : zaenal-zaeblogs.blogspot.com/2013/05/model-pengembangan-standar-profesi.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar